Artikel
LIWETAN SEBAGAI SARANA ADVOKASI DAN EDUKASI DI BAROS DALAM KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DESA BINAAN 2024 OLEH TIM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Liwetan sebagai Sarana Advokasi dan Edukasi di Desa Baros dalam Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Desa Binaan 2024
Oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat
Di sebuah desa yang tenang dan dikelilingi hutan pinus dan sungai di Kabupaten Bandung, sebuah tradisi lama yang sarat makna kembali menemukan relevansinya di masa kini. Liwetan—suatu tradisi makan bersama di atas daun pisang yang khas Sunda—tak hanya menjadi ajang kumpul keluarga, tetapi menjelma jadi forum diskusi publik dan menjadi kegiatan untuk aspirasi warga bermuara. Desa Baros, yang terletak di Kecamatan Arjasari, sedang menapaki jalan menuju desa wisata berkelanjutan yang dikenal sebagai salah satu dari 75 Desa Wisata Terbaik di Indonesia versi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2023-2024. Namun, seperti banyak desa lainnya, tantangan tak sedikit. Infrastruktur belum maksimal, pengelolaan potensi alam dan budaya belum optimal, dan suara masyarakat masih sering tenggelam di tengah hiruk pikuk pembangunan. Betapa penting untuk membangun sarana advokasi di mana para stakeholder di Desa Baros bisa menyampaikan suara terkait potensi, masalah, dan solusi yang ada di desa. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Telkom University hadir membawa pendekatan yang tak biasa: membangun dialog dan strategi pembangunan melalui kegiatan Liwetan.
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Desa Binaan ini dimulai dengan serangkaian tahap sistematis. Pertama, tim pengabdian melakukan observasi partisipatoris di lapangan: berdialog dengan warga, mendatangi lokasi-lokasi penting seperti mata air, potensi seni dan budaya, dan lokasi UMKM, serta mencatat persoalan sehari-hari yang dihadapi warga. Kedua, data dari observasi dianalisis melalui metode clustering yaitu teknik KJ Method: setiap temuan disarikan menjadi kata kunci, lalu dipetakan menjadi kelompok isu dan potensi. Dari sini, terbentuklah empat klaster utama: lingkungan (terutama pengelolaan mata air), seni budaya lokal, UMKM berbasis material dan kriya, serta penguatan jejaring sosial. Ketiga, kegiatan Liwetan digelar sebagai forum utama.
Pada Minggu pagi, 10 November 2024, aula olahraga Desa Baros tampak lebih ramai dari biasanya. Meja-meja panjang dengan alas daun pisang segera disusun rapi. Kegiatan Liwetan sebagai bagian dari program pengabdian dimulai sekitar pukul sembilan pagi setelah beberapa warga dan komunitas desa berdatangan. Namun, ini bukan liwetan biasa.Bukan sekadar makan bersama, acara ini dibuka oleh pemerintah desa dan diisi presentasi dari tim pengabdian
Sebelum acara makan dimulai, tim dosen dan mahasiswa dari Telkom University memaparkan hasil observasi mereka selama beberapa minggu sebelumnya. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat yang terdiri dari dosen dan mahasiswa memaparkan potensi desa seperti mata air dan seni budaya, hingga tantangan seperti limbah rumah tangga dan seni budaya di Desa Baros. Presentasi itu menjadi pembuka diskusi yang lebih luas. Warga tak hanya menyimak, mereka terlibat aktif. Mereka memberikan masukan, menanggapi hasil temuan, dan bahkan menuliskan aspirasi mereka di post-it notes yang kemudian ditempel di papan ide.
Setelah sesi diskusi dan liwetan selesai, kegiatan berlanjut dengan pembagian kelompok. Setiap kelompok membahas satu tema besar: lingkungan, budaya, UMKM, dan infrastruktur. Diskusi berlangsung hangat, penuh tawa, namun serius. Dari sinilah lahir berbagai gagasan dan rekomendasi, termasuk pentingnya pelestarian mata air, promosi seni budaya lokal, hingga pelatihan pengemasan produk UMKM. Setelah adzan dzuhur berkundang, kegiatan dilanjutkan dengan makan siang. Setelah makan bersama, diskusi tematik dilangsungkan dalam kelompok kecil, masing-masing membahas satu isu prioritas. Seluruh proses ini direkam secara profesional. Kamera merekam dari berbagai sudut: momen keakraban liwetan, diskusi serius di kelompok kecil, hingga kegiatan warga seperti membuat kerajinan besek atau menyulam. Video ini kemudian diedit menjadi video dokumentasi berdurasi pendek, disertai buku laporan visual berisi infografik, foto, kutipan warga, dan rangkuman rekomendasi.
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Skema Desa Binaan Tahun 2024 ini merupakan kolaborasi antara Telkom University, Pemerintah Desa Baros, Forum Bebenah Lemah Cai, serta warga Desa Baros. Mahasiswa dan dosen menjadi mitra yang mendengarkan dan memfasilitasi. Pemerintah desa menyambut baik pendekatan ini, karena mampu menjangkau kelompok warga yang selama ini mungkin tak punya saluran formal untuk menyampaikan aspirasi. Forum Bebenah Lemah Cai, komunitas warga yang fokus pada pelestarian lingkungan dan budaya, menjadi motor lokal kegiatan ini. Mereka membantu menyebarkan informasi, menyiapkan lokasi, bahkan turut merancang menu liwetan yang diangkat dari bahan pangan lokal. Tak ketinggalan, para pelaku UMKM, seniman desa, dan tokoh masyarakat juga aktif terlibat. Dari anak muda hingga orang tua, semua memiliki ruang yang sama untuk bersuara.
Dalam banyak pembangunan desa, suara warga sering kali luput menjadi aktor utama. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini mencoba membalik paradigma. Alih-alih menghadirkan seminar resmi, pendekatan yang digunakan adalah budaya lokal yang sudah akrab: Liwetan. Tradisi ini menjadi titik temu antara warisan leluhur dan kebutuhan masa kini. Lewat kegiatan ini, warga bisa bicara tanpa tekanan, dalam suasana santai namun penuh makna. Dialog tak lagi eksklusif, melainkan cair dan terbuka. Dampak langsung dari kegiatan ini adalah meningkatnya keterlibatan warga dalam perencanaan pembangunan desa. Tak sedikit warga yang sebelumnya pasif, kini mulai terlibat dalam kegiatan lingkungan atau ekonomi kreatif. Selain itu, warga bersama Forum Bebenah Lemah Cai tengah merancang berbagai kegiatan desa terutama berbasis lingkungan dan seni budaya yang akan digunakan sebagai etalase potensi desa. Kolaborasi ini juga membuka peluang replikasi di desa-desa lain. Format kegiatan yang berbasis budaya lokal, partisipatif, dan didukung dokumentasi visual terbukti mampu membangun kepercayaan dan keterlibatan warga.
Liwetan bukan lagi sekadar acara makan bersama. Di Desa Baros, ia telah tumbuh menjadi simbol partisipasi, ruang dialog, dan alat perubahan. Dalam suasana yang hangat dan akrab, warga berbicara, mendengar, dan merumuskan masa depan bersama. Tradisi bertemu strategi, budaya bersua teknologi, dan komunitas mengambil peran utama dalam panggung pembangunan. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi desa-desa di Indonesia, Desa Baros menunjukkan satu hal penting: bahwa perubahan bisa dimulai dari hal yang sederhana, dari meja makan, dari semangat untuk mendengar dan menghormati suara bersama.